Infeksi virus dengue (DENV) bermanifestasi klinik mulai asimptomatis, dengue fever (DF), dengue haemoraghic fever (DHF), sampai dengue shock syndrome (DSS).1-5 Virus dengue dibedakan menjadi empat serotype yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4,2 3 ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus.3 6 Mekanisme imunologis dan virulensi berperan dalam patogenesis dan manifestasi klinis dengue, dikaitkan dengan ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dan anti inflamasi.1-3 6 Terapi spesifik terhadap DENV masih belum ada sedangkan penelitian kurang berhasil dalam penggunaan kortikosteroid, antivirus dan substansi penurun permeabilitas kapiler.4 7-15
Infeksi DENV banyak diderita penduduk di daerah tropis dan sub tropis, diperkirakan 50 juta orang terinfeksi setiap tahun dan lebih dari 2,5 milyar berisiko.3 16 Infeksi DENV di Asia didominasi oleh anak di bawah 15 tahun,3 17-19 sedangkan kejadian di Amerika lebih banyak ditemukan pada dewasa dengan manifestasi klinis lebih ringan.3 20 21 Penyakit DHF telah menyerang semua provinsi di Indonesia (1997) yang awalnya setiap 5 tahun sekali, meningkat 3 tahun, dan akhirnya setiap tahun. Jumlah korban DHF tahun 2002 sebanyak 40.377 orang dan tahun 2003 sebanyak 50.131 orang. Kejadian DHF cenderung meningkat antara tahun 1994-1998, meskipun case fatality rate (CFR) berhasil diturunkan dari 2.5% (1994) menjadi 2% (1998).22
Infeksi DENV tidak selalu menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis biasanya ringan di daerah endemis bahkan tidak menunjukkan gejala.1 Keadaan ini didapatkan pada 53% penderita di bawah usia 15 tahun,23 tetapi pada penderita dewasa hanya sekitar 14% yang asimptomatis.24 Penampilan klinis infeksi DENV bervariasi dari asimptomatis, undifferentiated fever, dengue fever (DF; demam dengue, DD), dengue hemorrhagic fever (DHF; demam berdarah dengue, DBD), dan yang disertai dengan kebocoran plasma (plasma leakage) sampai dengan terjadinya syok (dengue shock syndrome, DSS; sindroma renjatan dengue, SRD).25-28 Gejala klinis timbul pada 4-7 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi. Perjalanan penyakit dengue melaui 3 fase yaitu demam (febrile phase), fase kritis (critical phase) dan fase perbaikan (recovery phase).24-26 29
A. Fase Demam
Fase demam pada infeksi dengue ditandai dengan demam tinggi antara 39-40oC selama 2-7 hari (pada DHF terjadi 3 hari sebelum fase krisis).24 26 30 Sebanyak 5-6% penderita menunjukkan tipe demam yang khas yaitu pola bifasik (saddleback fever, pelana kuda, gambar 7) yang ditandai oleh demam beberapa hari pada awal sakit, diikuti dengan hilangnya demam selama beberapa hari dan diakhiri dengan demam selama 12-24 jam.1 24
Demam sering disertai nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia dan antragia, kemerahan pada muka, eritema kulit, nyeri telan, kemerahan pada faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Gejala tersebut tidak seluruhnya didapatkan pada anak di bawah 15 tahun dengan frekuensi gejala demam sebanyak 90%, dan nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, antralgia (63-78%). Gejala saluran nafas berupa batuk, nyeri telan dan kongesti hidung (33%). Fase awal infeksi dengue sulit dibedakan dengan penyakit demam akut yang lain. Tes tourniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan infeksi DENV.3 24 26
Gambar 7. Pola demam pada infeksi dengue
Manifestasi perdarahan dapat terjadi pada DF dan DHF sehingga perdarahan bukan merupakan gejala pembeda antara keduanya. Perdarahan muncul pada 9-22% kasus DF, biasanya ringan berupa ptekie, epistaksis dan perdarahan guzi. Perdarahan gastrointestinal (melena) dan menorhagia yang berat dapat ditemukan pada penderita DF.3 31 Ptekie dan ekimosis spontan terjadi pada 50% kasus DHF diikuti hematemesis (15-30%), melena (5-10%) dan epistaksis (10%). Perdarahan dapat disebabkan oleh trombositopenia, vaskulopati, koagulopatie dan gangguan fibrinolisis serta diperberat oleh adanya disseminated intravascular coagulation (DIC).24 26 32
Hepatomegali ditemukan pada 37-52% kasus DF dan 75% kasus DHF. Hepatomegali dapat disertai nyeri tekan tetapi tidak berbanding lurus dengan severitas penyakit. Enzim transaminase sering meningkat yang mana aspartate aminotranspherase (AST) lebih tinggi pada DHF dibanding DF.24 26 Penurunan progresif jumlah leukosit, neutrofilia relatif dan limfopenia dengan jumlah trombosit normal seringkali ditemukan pada fase awal demam.24 26 32 30
B. Fase Kritis
Penderita infeksi DENV memiliki 2 kemungkinan setelah melewati fase demam yaitu pada hari ke-3 sampai ke-7. Penderita dapat berangsur sembuh atau memasuki fase kritis. Fase kritis biasanya terjadi pada hari ke-3 sakit dan berlangsung selama 24-48 jam yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma.24 26 Peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan terjadinya efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat ditemukan mulai hari ke-2 dan ke-3 (6%) serta meningkat pada hari ke-5 dan ke-7 (62-65%). Asites dapat ditemukan pada hari ke-5 dan ke-7 (52-53%) tetapi jarang ditemukan pada hari awal sakit.24
Nyeri abdomen hebat dan muntah disertai perubahan mendadak dari demam ke hipotermia, letargi atau gelisah menunjukkan tanda awal terjadinya syok (DSS). Syok akan berlangsung selama 24-48 jam sehingga diperlukan resusitasi cepat dan adekuat serta pengawasan ketat untuk mencegah syok berulang/berkepanjangan.24
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan hematokrit >20% (hemokonsentrasi) disertai trombositopenia <100.000/uL. Leukopenia yang progresif dan penurunan trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Limfositosis relatif yang terdiri dari 15% limfosit atipik dapat terjadi pada DHF. Delapan puluh persen penderita DHF menunjukkan peningkatan AST/ALT (umumnya tidak lebih dari 100 U/dL) dan kadar AST meningkat 2-3 kali ALT. Sebagian besar kasus menunjukkan pemanjangan activated partial tromboplastin time (APTT), trombin time (TT), dan protrombin time (PT).24 26
C. Fase Perbaikan
Reabsorbsi cairan ekstraseluler ke dalam intravaskuler terjadi pada 48-72 jam setelah fase kritis pada fase perbaikan. Keadaan umum anak membaik disertai perbaikan napsu makan, gejala gastrointestinal, hemodinamik dan terjadi diuresis. Beberapa penderita menunjukkan ruam penyembuhan (convalesencence rash) di seluruh tubuh, terutama dorsum manus dan pedis yang sering disertai pluritus. Fase penyembuhan berlangsung beberapa hari sampai minggu.24 26
Kadar hematokrit kembali normal atau menurun akibat efek dilusi dari reabsorbsi cairan ekstravaskuler. Jumlah leukosit dan trombosit meningkat, tetapi peningkatan trombosit terjadi setelah peningkatan leukosit. Pada fase ini perlu diperhatikan kemungkinan kelebihan cairan dengan gejala distres nafas akibat adanya efusi pleura dan asites serta edema paru. 24 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Gubler DJ. Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and economic problem in the 21st century. Trends Microbiol 2002;10(2):100-3.
2. Reis SR, Sampaio AL, Henriques MG, Gandini M, Azeredo EL, Kubelka CF. An in vitro model for dengue virus infection that exhibits human monocyte infection, multiple cytokine production and dexamethasone immunomodulation. Mem Inst Oswaldo Cruz 2007;102(8):983-90.
3. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis: an integrated view. Clin Microbiol Rev 2009;22(4):564-81.
4. Panpanich R, Sornchai P, Kanjanaratanakorn K. Corticosteroids for treating dengue shock syndrome. Cochrane Database Syst Rev 2006;3:CD003488.
5. Bozza FA, Cruz OG, Zagne SM, Azeredo EL, Nogueira RM, Assis EF, et al. Multiplex cytokine profile from dengue patients: MIP-1beta and IFN-gamma as predictive factors for severity. BMC Infect Dis 2008;8:86.
6. Rajapakse S. Corticosteroids in the treatment of dengue illness. Trans R Soc Trop Med Hyg 2009;103(2):122-6.
7. Tassniyom S, Vasanawathana S, Chirawatkul A, Rojanasuphot S. Failure of high-dose methylprednisolone in established dengue shock syndrome: a placebo-controlled, double-blind study. Pediatrics 1993;92(1):111-5.
8. Pea L, Roda L, Moll F. Desmopressin treatment for a case of dengue hemorrhagic fever/dengue shock syndrome. Clin Infect Dis 2001;33(9):1611-2.
9. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ 2002;324(7353):1563-6.
10. Ligon BL. Dengue fever and dengue hemorrhagic fever: a review of the history, transmission, treatment, and prevention. Semin Pediatr Infect Dis 2005;16(1):60-5.
11. Sumarmo, Talogo W, Asrin A, Isnuhandojo B, Sahudi A. Failure of hydrocortisone to affect outcome in dengue shock syndrome. Pediatrics 1982;69(1):45-9(ABSTRAK).
12. Futrakul P, Poshyachinda M, Mitrakul C, Kwakpetoon S, Unchumchoke P, Teranaparin C, et al. Hemodynamic response to high-dose methyl prednisolone and mannitol in severe dengue-shock patients unresponsive to fluid replacement. Southeast Asian J Trop Med Public Health 1987;18(3):373-9.
13. Futrakul P, Vasanauthana S, Poshyachinda M, Mitrakul C, Cherdboonchart V, Kanthirat V. Pulse therapy in severe form of dengue shock syndrome. J Med Assoc Thai 1981;64(10):485-91.
14. Min M, U T, Aye M, Shwe TN, Swe T. Hydrocortisone in the management of dengue shock syndrome. Southeast Asian J Trop Med Public Health 1975;6(4):573-9.
15. Pongpanich B, Bhanchet P, Phanichyakarn P, Valyasevi A. Studies on dengue hemorrhagic fever. Clinical study: an evaluation of steroids as a treatment. J Med Assoc Thai 1973;56(1):6-14.
16. Guha-Sapir D, Schimmer B. Dengue fever: new paradigms for changing epidemiology. Emerg. Themes Epidemiol 2005;2:1.
17. Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D, Siripanichgon K. The differences of clinical manifestations and laboratory findings in children and adults with dengue virus infection. J Clin Virol 2007;39(2):76-81.
18. Guzman MG, Garcia G, Kouri G. [Dengue and dengue hemorrhagic fever: research priorities]. Rev Panam Salud Publica 2006;19(3):204-15.
19. Carlos CC, Oishi K, Cinco MT, Mapua CA, Inoue S, Cruz DJ, et al. Comparison of clinical features and hematologic abnormalities between dengue fever and dengue hemorrhagic fever among children in the Philippines. Am J Trop Med Hyg 2005;73(2):435-40.
20. Halstead SB. Dengue in the Americas and Southeast Asia: do they differ? Rev Panam Salud Publica 2006;20(6):407-15.
21. Halstead SB. Measuring dengue enhancing antibodies: caveats. J Infect Dis 2006;193(4):601.
22. Soegijanto S. Patogenesis infeksi virus dengue. Applied management of dengue viral infection in children. Kediri: IDA Jatim komisariat Jatim IV, 2010:11-45(fulltext).
23. Endy TP, Yoon IK, Mammen MP. Prospective cohort studies of dengue viral transmission and severity of disease. Curr Top Microbiol Immunol 2010;338:1-13.
24. Soemakto, Yuliarto S, Rridewi I. Mengenal tanda awal dan tanda bahaya infeksi dengue. Aplied Management of dengue viral infection in children. Kediri: IDAI Jatim komisariat Jatim IV, 2010:47-61.
25. WHO. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2 ed. Geneva: World Health Organization, 1997.
26. Basuki PS. Diagnosis infeksi virus dengue: penuntun bagi petugas kesehatan di daerah. Applied management of dengue viral infection in children. Kediri: IDAI Jatim komisariat Jatim IV, 2010:63-81.
27. WHO. Guidelines for treatments of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospital. New Delhi: World Health Organization, 1999.
28. WHO. Dengue, dengue hemorrhagic fever and dengue shock sundrome in the context of integrated management of childhood ilness. Geneva: World Health Organization, 2005.
29. WHO. Clinical management and delivery clinical service. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva: World Health Organization, 2009.
30. Nimmannitya S. Dengue fever/dengue hemorrhagic fever: case management. Trop med 1994;36:249-56.
31. Balmaseda A, Hammond SN, Perez MA, Cuadra R, Solano S, Rocha J, et al. Short report: assessment of the World Health Organization scheme for classification of dengue severity in Nicaragua. Am J Trop Med Hyg 2005;73(6):1059-62.
32. Anonim. Infeksi virus dengue. In: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, editors. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. 2 ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010:155-8.