Susahnya menjadi dokter PTT (1)
Perjalanan awal
Tak terbayang rasanya aku dulu menjadi sekolah kedokteran, lulus dan PTT di daerah sangat terpencil di Mamuju, Sulawesi Barat. Hingga tak terbayangkan juga hingga aku jadi PPDS pediatri di Unair. Sedikit akan kuceritakan pengalamanku sebagai dokter PTT.
Aku lulus dari Universitas Airlangga tahun 2005 bulan desember. senang rasanya hati ini. Segera saja aku daftar PTT Depkes, dan kupilih daerah Mamuju Sulawesi Barat. Daerah yang belum pernah aku kenal, bahkan di pelajaran geografi SD, SMP dan SMA pun tidak pernah diajarkan. MAklumlah Sulawesi Barat adalah daerah baru, pecahan dari Sulawesi Selatan.
Aku tidak mau membayangkan seperti apa di sana. Yang aku tahu, aku akan pergi menunaikan tugasku bah seorang pahlawan seperti kata kakak kelasku. Aku belum pernah sekalipn menginjakkan kaki di Sulawesi. Jujur aja aku bukan lah seorang petualang dan aku terkadang tidak menyukai tantangan. aku hanya mengikuti alur yang harus kujalani.
Kulihat dan kucari di Internet dimanakah mamuju, tetapi tak kutemukan yang mana itu. Terpampang situs Provinsi Sulawesi, tetapi tak jelas kudapat informasi mamuju. tp kuyakin kalau aku harus pergi dan pergi ke sana.
Kucoba cari no telefon salah satu petugas kesehatan di Dinkes dan Akirnya kudapat informasi. Namanya Mbak Nana (Nana Darmatia) orang yang selanjutnya selalu membantuku.
Hari itu hari Minggu kalau tidak salah minggu terakhir di Bulan April 2006. Aku sampai di Makasar, ibukota Sulawesi Selatan dengan Pesawat Lion. Aku bingung harus kemana. Ohya aku berangkat ke Mamuju dengan 2 temanku namanya Agus Priyanto (sama-sama dari Unair) dan Adit dari Universitas Brawijaya Malang).
Dari Makasar, aku naik Bus PIPPOS, bus antar kota berangkat jam 7 malan dari makasar dan tiba di Mamuju Subuh jam 6 pagi. Perjalanan melelehkan dan jauh sekali. Capek rasanya badan ini. Kami menusuri pantai barat pulai Sulawesi mulai Makasar, Maros, Barru, Pangkep, Pare-pare, Pinrang dan masuk wilayah Sulawesi Barat mulai Polewali Mandar, Majene dan Mamuju. Perjalanan dari makasar sampai Pare-pare seperti tak berkesan, kota demi kota kulalui. Aku hanya mengantuk dan mengantuk. Dalam hati timbul was-was dan terbayang seperti apa Mamuju nanti.
Masuk kota Pare-pare suasananya agak beda, kota pantai yang ramai mirip kota Bojonegoro, indah sekali di malam hari terlihat bayangan cahaya di pantai. Mungkin inilah kota kelahiran Bapak BJ Habibbie, mantan presiden kita yang berkharisma (terus terang aku mengidolakannya sebagai sosok yang smart dan pandai). Tiba di Pare-pare masih tengah malam dan gelap gulita.
Selanjutnya sampai di Sulawesi BArat, suasanyanya begitu berbeda. Dua kota pertama yaitu Polewali dan Mejene mungkin sangat ramamai tetapi kota di sana seperti terpotong potong. Antar kecamatan dipisahkan oleh hutan belantara yang sepi dan gelap. seperti hanya sekumpulan rumah dan terpisah satu sama lain. aku bisa membayangkan, tentu daerahku nanti akan seperti ini bahkan lebih parah. Memasuki wilayah Mamuju, Kecamatan pertama adalah Tapalang. tidak usah kuceritakan lebih jauh, jalannya beriku-liku, bayangkan aja kalau pergi ke Kepanjeng Malang keBlitar, Alas kumitir kalau mau ke Banyuwangi atau jalan ke Puncak (aku belum pernah ke sana) Pokoknya jalannya berliki-liku dan waduh, hampir saja aku muntah (tapi cepat-cepat kutahan). Berluku mungkin biasa karena rumahky di Blitar dan setiap pulang dari Surabaya selalu melewati Malang. Tetapi jalan menuju ke Mamuju benar-benar gelap gulita, dan sunyi sepi sendiri.
Tetapi hingga akhirnya sampailah aku di Kota Mamuju, tempat persinggahanku selanjutnya. Kota yang ternyata sangat sepi dan sepi. hingga kulanjutkan ceritaku. ........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar